Monday, March 20, 2006 

MIMPIKAN (LINGKUNGAN) BANDUNG KEMBALI MOLEK

ANI terpaksa menutup hidung menggunakan sapu tangannya, ketika suatu hari berbelanja di Pasar Sederhana kawasan "Bandung Atas". Gadis manis berkacamata minus ini, tidak tahan menghirup bau khas dari tumpukan sampah di beberapa sudut pasar tradisional tersebut. Tidak hanya di Pasar Sederhana, di Pasar Induk Caringin, Pasar Andir hingga Pasar Kordon Jln. Terusan Buahbatu, juga memperlihatkan pemandangan dan menebar aroma serupa.

PEMEO "Bandung heurin ku tangtung" tampaknya bisa terlihat dari pemandangan dari atas jembatan layang Pasupati Bandung. Sungai Cikapundung membelah kepadatan pemukiman warga yang sangat padat di bawah jembatan di kawasan Tamansari Bandung.*DUDI SUGANDI/"PR"


Masalah sampah merupakan persoalan "gawat" Kota Bandung. Persoalan lingkungan ini sama "seriusnya" dengan masalah lainnya seperti infrastruktur drainase yang buruk, udara yang sudah bercampur timbal, Sungai Cikapundung yang penuh bakteri E-coli, Kemacetan lalu lintas yang makin parah, permukiman kumuh, dll. Kota Bandung telah menjadi kota dengan kondisi lingkungan yang tidak ramah lagi.

Sekretaris Daerah Kota Bandung Maman Suparman mengatakan, Bandung sebagai Ibu kota Provinsi Jawa Barat termasuk dalam kategori kota metropolitan.
"Jumlah penduduknya, berdasarkan catatan resmi, lebih dari 2,5 juta. Tapi, pada siang hari dengan masuknya penduduk dari daerah sekitarnya, jumlahnya bisa lebih dari 3 juta," katanya.

Dinamika perubahan Kota Bandung, tumbuh sangat cepat. Padahal, kota yang luasnya sekira 16.730 hektare ini dulunya dirancang sebagai kota taman dan peristirahatan untuk 250.000-350.000 penduduk.

Praktis, dengan jumlah penduduk (saat ini) lebih dari 2,5 juta, kebutuhan sarana pelayanan dan infrastruktur kota sudah menjadikewajiban, dari mulai kebutuhan lahan dan bangunan-bangunan baru, jalan-jalan dan sarana transportasi, infrastuktur sanitasi hingga pembuangan.

Faktanya, pesatnya pertumbuhan penduduk dan segala dinamikanya tersebut, relatif tidak berjalan paralel. Di sektor transportasi misalnya, antara panjang jalan dengan jumlah kendaraan seperti bumi dengan langit.

Berdasarkan catatan "PR", total panjang jalan di Kota Bandung sekira 932,701 km dengan 84,49% merupakan jalan lokal. Sedangkan jalan nasional 40,560 km dan panjang jalan provinsi dan kota masing-masing 19,210 km dan 358,885 km. Dengan kata lain, total luas jalan itu hanya 3% dari luas wilayah Kota Bandung atau kurang dari kebutuhan minimal 7%.

Wagub Jabar Nu'man Abdul Hakim dalam sebuah acara mengatakan, infrastruktur jalan di Kota Bandung tidak bisa lagi menahan beban kebutuhan. "Ibaratnya, kota ini sudah 'pingsan' karena tidak kuat lagi menahan beban. Ke depan, harus membuat gagasan dan pentahapan infrastruktur sebab penambahan volume kendaraan bisa 10.000-20.000 setiap tahunnya."

**

ROMANTISME Bandung tempo doeloe dengan Bandung kiwari, sudah sangat jauh berbeda. Saat ini, nyaris tak ada lagi lahan yang bebas dari dinamika pembangunan. Seluruhnya telah berubah. Bangunan mal, apartemen, hotel berbintang tumbuh dengan pesat.

Bahkan, Kota Bandung sekarang mengarah ke kota metropolitan. Romantisme Bandung sebagai Parijs van Java, sebagaimana pernah tercipta pada dekade '50-an hingga awal-awal '70-an, kini tinggal kenangan.

Wali Kota Bandung Dada Rosada mengungkapkan, ada 27 persoalan pokok yang perlu ditangani pemerintah kota, antara lain sampah, kemacetan, banjir, dll.
Masalahnya, mengurai berbagai persoalan tersebut tidak semudah membalik telapak tangan. Selain saling terkait satu dengan lainnya, persoalan-persoalan itu menyangkut kepentingan umum.

Upaya mengembalikan lingkungan Kota Bandung menjadi nyaman, di antaranya melalui program penghijauan, penanaman sejuta bunga, penataan kawasan Punclut, dan normalisasi Sungai Cikapundung, yang seluruhnya diarahkan untuk mengembalikan kondisi lingkungan Kota Bandung yang hijau dan sehat.

Sejauh ini, upaya itu belum memperlihatkan hasil maksimal karena memang dilaksanakan secara bertahap. Namun, program-program tersebut tentu saja bertujuan agar semua persoalan sedikit demi sedikit bisa dieliminasi dan wajah Kota Bandung secara bertahap bisa kembali molek.

**

SAYANG, masih ada saja perilaku birokrat yang memancing munculnya persoalan baru, misalnya dalam pemberian izin pembangunan fisik. Sering terjadi sebuah izin yang telah dikeluarkan, justru menyeret ke persoalan rumit dan sulit dipecahkan.
"Kasus Hotel Planet, SPBU, pembangunan perumahan di Cipadung Cibiru, beberapa mal dan apartemen, merupakan contoh pemberian izin yang tidak prosedural," ujar Nanang Sugiri, anggota Komisi A DPRD Kota Bandung.

Mengutip pendapat pengajar Departemen Arsitektur ITB Bambang Setia Budi di www.inf@iptek.com, persoalan-persoalan Kota Bandung tidak bisa lagi diselesaikan dengan gagasan-gagasan atau projek-projek parsial, sporadis, dan tambal sulam yang hanya untuk menjawab kebutuhan jangka pendek. Berbagai masalah itu terkait satu sama lain, jalin-menjalin bak benang berkelindan.

Dengan demikian, segala upaya untuk mengembalikan citra Bandung sebagai kota yang molek, tentunya tidak akan semudah seperti Sangkuriang membuat danau yang dilakukannya hanya semalam. Perlu kerja keras dan kesegungguhan semua pihak. Mengurai benang, bukanlah pekerjaan yang menyenangkan. (Ibnu Sofwan/"PR")***

source:
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0905/23/0307.htm

About me

  • I'm b s b
  • From Bandung, West Java, Indonesia
  • History, art, and city lover. Mengajar di Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB. Pendiri dan Direktur Eksekutif HCF (Humane City Foundation)
My profile
Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x
Powered by Blogger
and Blogger Templates